expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sunday, April 22, 2012

Biografi Imam Mazhab

Biografi Imam Mazhab
Minggu, 22 Aprpil 2012

Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah an-Nu’mani dilahirkan pada 80 H. di Kufah. Di negeri itu pula ia belajar Ilmu Fikih dan merumuskan dasar-dasar mazhabnya. Dan meninggal di Bagdad pada 150 H.
Ia menerima dan mempelajari ilmu tersebut dari Hammad bin Abi Sulaiman, Hammad menerimanya dari dari Ibrahim an-Nakha’I, sedangkan Ibrahim menerimanya pula dari ‘Alqamah bin Qais, murid Abdullah bin Mas’ud.
Kemahiran dan popularitas Abu Hanifah dalam bidang fikih telah mencuat ketika ia berada di Irak. Ketinggian kedudukannya dalam ilmu ini telah diakui oleh Malik, Syafi’i dan para ulama di masanya.
Mazhab pemikiran fikihnya kemudian diterima dan dibukukan oleh sejumlah ulama yang selalu mendampinginya. Mereka itulah yang kemudian dikenal sebagai Ashab Abu Hanifah. Di antara mereka, murid-murid Abu Hanifah yang paling masyhur adalah Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan, Hasan bin Ziyad dan Zufar.
Pada periode berikutnya, pendapat-pendapat Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya dikodifikasikan menjadi satu, yang kesemuanya itu disebut dengan “Mazhab Abu Hanifah”. Hal ini karena mazhab Abu Hanifah yang paling dominan, sedangkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh para pelanjutnya sedikit sekali dan
itupun merupakan hasil ijtihad mereka yang didasarkan pada kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang digunakan oleh peletak mazhab tersebut.
Mazhab Abu Hanifah banyak dianut oleh sebagian besar Negara Islam seperti Bagdad, Persia, India, Bukhara, Yaman, Mesir, dan Suria.
                                Biografi lebih lengkap klik disini
Mazhab Abu Hanifah adalah mazhab paling berpengaruh dan merupakan mazhab resmi disebagian besar masa dinasti Abbasiah. Keputusan peradilan dan fatwa hanya menggunakan mazhab Abu Hanifah. Demikian juga pemerintahan Usmaniyah menjadikannya sebagai mazhab resmi Negara. Peradilan dan fatwa pun harus didasarkan hanya pada mazhab Abu Hanifah tersebut. Keadaan demikian terus berlangsung hingga sekarang.

Imam Malik

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas al-Asbahi, seorang tokoh kenamaan dan ulama terkemuka di Darul Hijrah (Madinah). Dilahirkan pada 93 H. dan wafat pada 179 H. ia dibesarkan di Madinah dan dinegeri itu pula ia belajar kepada Rabi’ah. Kemudian ia banyak mengunjungi para fuqaha’ dari kalangan tabi’in untuk belajar kepada mereka dan menerima hadits dari az-Zuhri, Nafi’ – budak uang dimerdekakan oleh Ibn Umar dan para perawi hadits lainnya. Segala perhatianya dicurahkan unutk menuntut ilmu dan mengumpulkan hadits, sehingga akhirnya ia menjadi pemuka ahli fiqih negeri Hijaz yang namanya terkenal diberbagai negeri.
Ketika al-Mansur menunaikan ibadah haji, ia berkunjung kepada Malik dan memohon agar ia menulis sebuah buku yang berisikan masalah-masalah ilmu, maka Malik pun memenuhi permohonan tersebut dengan menyusun kitab al-Muwatta’ tentang hadits dan Fikih. Ketika al-Mahdi datang ke Hijaz untuk berhaji, tak lupa ia pun mengikuti pengajian Malik dan memberikan hadiah sebanyak 5000 dinar. Kemudian ar-Rasyid dan anak-anaknya mengunjungi dan mendengarkan pengajian Imam Malik, juga ia menganugrahkan berbagai hadiah cukup banyak. Kitab Muwatta’ yang ditulis dan dibacakan oleh Malik, nampaknya sangat mengesankan danm mengagumkan hati ar-Rasyid. Sehingga ia berusaha menggantungkannya di Ka’bah dan menyuruh semua orang berpegang kepadanya. Namun hasrat tersebut ditolak oleh Malik, ia berkata : “Sesungguhnya para sahabat Rasul mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam masalah furu’ dan kini mereka telah menyebar di berbagai negeri, dan semuanya adalah benar.” Rasyid menjawab : “Semoga Allah memberikan taufik kepada engkau, Abdullah”
Al-Muwatta’ telah diriwayatkan dari Imam Malik oleh para ulama, juga Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dan Muhammad bin al-Hasan, salah seorang murid Abu Hanifah meriwayatkannya langsung dari Malik. Diantara murid-murid utama Malik yang meriwayatkan al-Muwatta’ dan yang mempelajari fikih kepadanya adalah Abdullah bin Wahb dan abdur Rahman bin al-Qasim, yang telah mendampinginya selama dua puluh tahun. Mereka berdualah yang berjasa besar membukukan mazhab pemikiran Fikih Imam Malik, dibantu oleh murid-murid lainnya. Kemudian mereka menyeberkannya ke berbagai kota-kota Islam. Penyebaran mazhab ini terus dilanjutkan oleh generasi berikutnya dengan giat. Sehingga panji-panji mazhab tersebut berkibar megah dinegeri-negeri Mesir, Afrika, Spanyol dan Magribul Aqsa – belahan dunia bagian barat; dan di negeri Basrah, Bagdad dan negeri-negeri lain di belahan timur. Akan tetapi penyebaran ini mengalami penurunan.

Imam Syafi’i

Ia adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’I dikenal dengan sebutan Imam Syafi’i. dilahirkan di Guzat, Palestina, pada 150 H. dan wafat di Mesir pada 204 H. Ia belajar dan menghafal Qur’an di Makkah dan disana pula ia mempelajari berbagai cabang ilmu, seperti Lugat, sya’ir, adab, hadis dan fikih. Ilmu-ilmu tersebut dikuasainya dengan baik dan sempurna, sehingga hal tersebut membuat guru-gurunya kagum dan bangga kepada ketajaman hati dan ketajaman nalarnya. Di antara para ulama yang kepadanya Syafi’I menimba ilmu, yang paling masyhur adalah Sufyan bin ‘Uyainah dan Muslim bin Khalid az-Zinji.
Ketika menjelang usia 20 tahun, ia hijrah ke Madinah. Sebelum itu ia telah mendengar popularitas keilmuan Imam Malik.. hal inilah yang kemudian mendorong untuk kesana dalam rangka belajar Fikih kepadanya. Setelah itu, ia pergi menuju Irak, untuk mengunjungi dan mempelajari Fikih kepada murid-murid Imam Abu Hanifah. Lalu melanjutkan pengembaraanya ke negeri Persia, Irak Utara dan negeri-negeri lain. Kemudia ia pulang kembali ke Madinah setelah merampungkan safari ilmiyahnya selama dua tahun, sejak tahun 172 hingga 174 H. perjalanannya itu telah memberinya berbagai ilmu dan pengetahuan mengenai pelbagai persoalan hidup dan watak manusia.
Mazhab Imam Syafi’i diterima oleh sejumlah besar Ulama. Mereka mencatat segala karangannya dan beramal sesuai dengan mazhab yang dibentuknya. Di antara murid-muridnya yang paling masyhur adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya al-Muzani, Abu Ya’qub Yusuf bin al-Buwaiti dan ar-Rabi’ al-Jizi. Demikian juga, Asyhab dan abu al-Qasim – keduanya murid-murid Imam Malik – mempelajari Fikih Mazhab Syafi’i dari Imam Syafi’i sendiri.
Mazhab Imam Syafi’i tersebar luas di Negara-negara Islam terutama dunia timur. Dari negeri timur ia menerobos ke beberapa kerajaan dan kota lainnya dan kini mendominasi wilayah-wilayah Mesir, selain Mesir atas, Palestina, Kurdistan dan Armenia. Mayoritas ahlusunah Persia (Iran), kaum muslimin pulau Ceylon dan kepulauan Filipina adalah menganut Syafi’i . kaum muslimin di pulau jawa dan pulau-pulau sekitarnya, juga muslimin India-Cina dan Australia serta penduduk dunia ketiga adalah penganut Mazhab Syafi’i. demikian pula kaum Suni di Yaman, Aden dan Hadramaut bermazhab Syafi’i, kecuali Aden yang terdapat juga disana penganut mazhab Hanafi. Selain itu, mazhab Syafi’i berlaku pula di Irak, Hijaz dan Suria bersama mazhab-mazhab lain.

Imam Ahmad bin Hanbal

Ia adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Hilal asy-Syaibani. Dilahirkan di Bagdad pada 164 H. dan wafat pada 241 H., menurut pendapat sahih.
Ahmad mulai menuntut ilmu semenjak kecil. Kemudian, dalam rangka menuntut ilmu itu, ia mengembara ke negeri Suria, Hijaz dan Yaman. Ia mendengar (mempelajari hadits) dari Sufyan bin ‘Uyainah dan ulama lain yang segenerasi dengannya. Lalu berguru kepada Imam Syafi’i selama Imam Syafi’i menetap di Bagdad. Asy-Syafi’i pernah berkata tentang Ahmad, “Saya keluar dari Bagdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling taqwa, paling zuhud, paling wara’ dan paling berilmu, melebihi Ahmad bin Hanbal.” Hadits-hadits Ahmad diriwayatkan oleh sejumlah besar ulama, termasuk oleh beberapa orang gurunya. Bukhari dan Muslim juga termasuk orang yang meriwayatkan hadits dari Ahmad.
Ahmad bin Hanbal telah menulis buku/kitab yang tidak sedikit jumlahnya. Dikatakan, buku-buku karangannya itu mencapai 12 bebean unta. Dikatakan pula bahwa ia meriwayatkan hadits sebanyak satu juta hadits. Ahmad bin Hanbal mempunyai kitab al-Musnad al-Kabir, sebuah kitab masnad yang paling tinggi mutunya serta paling baik susunan dan kritikan-kritikan (intiqad)nya. Ke dalam kitab tersebut, ia hanya memasukkan hadits-hadits yang dapat dijadikan hujjah, di samping ia pun melakukan kritik terhadap lebih dari 750.000 hadits. Di bidang fatwa mengenai suatu hal yang tidak ada nasnya, ia senantiasa memperhatikan – dan berusaha keras untuk mendapatkan – fatwa-fatwa yang telah diberikan para sahabat. Sehingga, jika dalam suatu masalah terdapat dua pendapat sahabat, maka kedua pendapat tersebut diriwayatkannya pula.
Selain itu Ahmad sangat tidak suka, bahkan enggan memberikan fatwa terhadap permasalahan yang tidak terdapat nas atau pendapat ulama salaf mengenainya. Sikap kaku dan keras Imam Ahmad, bahwa pada setiap peristiwa harus ada nas atau pendapat salaf dan keengganannya memberikan fatwa terhadap masalah yang tiada nas atau pendapat salaf (asar) telah menghambat laju mazhabnya untuk dapat tersebar luas di berbagai negeri sebagai mana mazhab-mazhab yang lain. Usaha dan perhatian murid-murid Ahmad sepeninggalnya hanya terfokus pada sejumlah pendapat dalam fatwa-fatwanya, tidak lebih dari itu. Berbeda dengan pengikut mazhab yang lain. Mereka telah melakukan ijtihad dengan mengikuti pola dan kaidah mazhab imamnya setiap timbul peristiwa baru. Bahkan sering kali mereka berbeda pendapat dengan imamnya, dalam masalah furu’ (cabang), kendatipun ijtihad mereka berpedoman pada kaidah-kaidah usuliah yang digariskan imamnya. Oleh karena itu, pengikut mazhab Hanbali di kawasan yang mazhabnya dapat dikembangkan tidak cukup banyak. Sebaliknya, kawasan dimana terdapat cukup banyak pengikut Hanbali terlampau sempit. Ini pun tersebar di kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah yang di kawasan tersebut telah tersebar luas mazhab-mazhab yang lain. Mazhab Hanbali ini pertama kali timbul di Bagdad, kemudian tersebar di negeri-negeri yang lain. 

Download File Pdf Biografi Lengkap Imam 4 Mazhab...